Pro dan Kontra Terkait Keputusan Meteri Agama

TOA

Hai, Sobat Pio! Bagaimana kabar kalian hari ini? Tahukah kalian? Baru-baru ini telah terjadi perdebatan pro dan kontra terkait keputusan Menteri Agama? Perdebatan itu terkait aturan azan yang telah diterbitkan Surat Edaran (SE) bernomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Suara di Masjid dan Musala bahwa yang mengatur penggunaan Toa di masjid oleh Menteri Agama, Yaqut Qolil Qoumas, akhirnya Kemenag membandingkan aturan tersebut dengan gonggongan anjing.

Surat Edaran ini diteken Menag Yaqur pada 18 Februari 2022 lalu. Bertujuan untuk meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antar warga. Ditinjau dari latar historis, aturan pengeras suara masjid-musala ternyata diperbarui setelah berusia 44 tahun. Penggunaan pengeras suara di Masjid dan Musala selama ini diatur dalam Instruksi Dirjen Bimas Islam Kemenag yang terbit pada tahun 1978. Kemudian, tahun 2018 Kemenag menerbitkan lagi Surat Edaran pelaksanaan lebih tinggi, yakni berupa Surat Edaran Menteri Agama.

Dalam surat edaran tersebut tidak melarang Masjid-Musala menggunakan Toa karena itu merupakan syiar agama Islam, tetapi hanya meminta volume suara Toa diatur maksimal 100dB (desibel). Selain itu, waktu pengunaan disesuaikan di setiap waktu sebelum azan. Diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu sebelum dan setelah azan. Aturan tersebut dibuat hanya untuk mmenciptakan rasa harmonis di lingkungan masyarakat. Termasuk meningkatkan manfaat dan mengurangi yang tidak ada manfaatnya.

Kemenag Yaqut menilai bahwa suara-suara Toa di Masjid selama ini adalah sebagai bentuk Syiar, hanya jangan dinyalakan dalam waktu bersamaan, sehingga menimbulkan gangguan. Seperti kita ketahui bersama bahwa negara kita mayoritas penduduknya adalah muslim, dan hampir setiap 100-200 meter bisa kita dapati Masjid-Masjid. Bayangkan bila dalam waktu bersamaan mereka serentak menyalakan Toa di atas. Yang terjadi pada akhirnya bukan lagi syiar agama, melainkan gangguan buat sekitarnya, demikian pendapat Kemenag Yaqut.

Kemenag Yaqut membayangkan bila seorang muslim, hidup di lingkungan nonmuslim, kemudian rumah-rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim menghidupkan Toa sehari lima kali dengan keras dan kencang, lalu bagaimana rasanya? Beliau kemudian mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya suara gonggongan anjing. Yang paling sederhana, bila kita hidup dalam satu kompleks, kiri, kanan, depan belakang memelihara anjing semua. Misalnya anjing-anjing dalam satu komplek tersebut menggonggong dalam waktu bersamaan, pastinya kita akan terganggu. Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan.

Tidak ada larangan penggunaan Toa di Masjid atau Musala, hanya saja perlu diatur penggunaannya sehingga tidak menimbulkan gangguan masyarakat. Agar penggunaan speaker sebagai sarana melakukan syiar tetap dapat dilaksanakan dan tidak mengganggu. Demikian Sobat Pio, sedikit ulasan terkait pro dan kontra terkait keputusan Menteri Agama. Semoga pembahasan ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan kita. Sampai jumpa di edisi selanjutnya. (RED_SEL)

Sumber :   https://jejakrekam.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *