Setapak Arah


(Karya : Lutfi Hamidah dan Aprilia Patmasari)

Sang surya masih tampak malu-malu di ufuk timur, embun pagi masih mendominasi. Udara dingin kala menembus pori-pori. Rasanya ini waktu yang tepat untuk bergelung dalam selimut dan melanjutkan mimpi.

Tapi nyatanya berbeda dengan SMP Tunas Bangsa yang tampak sibuk, lapangan sekolah yang seharusnya sepi mengingat hari ini adalah hari sabtu. Justru di penuhi oleh siswa siswi yang menenteng barang bawaannya.

“Anak-anak untuk mempersingkat waktu, kalian bisa memasuki bus sesuai kelas masing-masing!” ucap seorang guru menggunakan pengeras suara.

“SEMUA HARAP TERTIB!” guru tersebut kembali berucap dengan nada lebih tegas seperti mengetahui tabiat murid-muridnya.

************

Di dalam bus yang dihuni siswa-siswi kelas delapan B semuanya nampak tenang, mungkin karena mereka masih mengantuk. Satu-satunya sumber keributan berasal dari empat gadis yang sibuk menggerutu.

“Ih, pasti nanti disana banyak nyamuk,” ucap Nora, salah satu dari empat gadis itu.

“Iya, pasti banyak serangga juga,” sahut Lala, teman satu gengnya.

“Dasar orang kota,” celetuk salah satu siswa laki-laki yang sedari tadi muak dengan tingkah mereka.

Ya. Nora, Lala, Jesica dan Aurel adalah murid pindahan dari kota, mereka adalah saudara sepupu. Mereka pindah ke Bandung karena orang tuanya harus mengurus proyek keluarga.

Perjalanan yang memakan waktu sekitar satu setengah jam itu akhirnya usai. Seluruh siswa keluar dari bus dan berkumpul di tanah lapang yang akan digunakan untuk mendirikan tenda. Mereka akan melakukan kemah sebagai agenda kegiatan pramuka.

“Nora karena kamu dan teman-temanmu keras kepala untuk satu kelompok, maka kamu bapak pasangkan dengan Arini, Sekar dan Mawar!” keputusan seorang guru karena sudah lelah berdebat dengan Nora.

“Terserah bapak deh, yang penting mereka gak dengkur, apalagi ngiler,” ujar Nora yang nampak tak peduli.

“Huuuuuuu,” sorak seluruh teman sekelas Nora

“Sudah-sudah sekarang kalian bisa mulai mendirikan tenda!” lerai sang guru.

Airin, Sekar dan Mawar sibuk mendirikan tenda. Menanam pasak dan menali simpul agar tenda mereka kokoh. Mereka nampak lihai dan cekatan. Berbeda dengan Nora and kawannya yang sibuk berteduh dan mengipasi wajah mereka yang kepanasan.

“Woi nenek lampir!” teriak Sekar pada Nora dan kawannya.

“Apasih lo!” sahut Nora seraya mendelik pada Sekar.

“Bantuin kek. Gak lihat apa yang lainnya pada sibuk,” hardik Mawar yang sedari tadi geram melihat tingkah Nora.

“Idih ogah. Panas! Lo aja,” ucap Aurel seraya menyeka keringatnya.

“Yaudah kalau gak mau, gak usah tidur disini nanti malam,” kembali Sekar yang membalas ucapan Aurel dengan ancaman untuk Nora dan kawannya.

“Iissh” Nora dan kawan-kawannya akhirnya berjalan menghampiri mereka dengan tidak rela, Airin yang melihat teman-temannya hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.

“Kita ngapain?” Ketus Jesica

“Elu ya-”

“Kalian bisa tolong ambilkan tikar dan peralatan untuk jelajah nanti?” Ucap Airin lembut memotong ucapan Mawar

“Dimana?” Tanya Lala

“Di tenda induk lah, gitu aja gak tau,” sarkas Sekar

“Yaudah kita ambil dulu,” sinis Nora pada Sekar.

*************

Waktu menunjukkan pukul satu siang. Setelah melaksanakan sholat dan makan siang, mereka bersiap untuk melaksanakan jelajah.

“Semuanya berbaris satu banjar sesuai regu masing-masing!” teriak seorang guru yang merupakan pembina pramuka.

Seluruh siswa telah berbaris dengan rapi, mengenakan kaos olahraga lengkap dengan topi dan keperluan untuk jelajah .

“Hari ini kita akan melaksanakan jelajah, kalian akan masuk kedalam hutan yang ada di belakang kalian. Ingat meski hutan ini aman dan biasa di gunakan jelajah tapi kalian harus tetap berhati hati!” jelas sang guru pembina.

“Di tangan kalian sudah ada peta perjalanan, terdapat tiga pos yang harus kalian lewati. Setiap perjalanan menuju pos kalian harus menemukan sebuah bendera agar bisa melewati pos selanjutnya,” ujarnya lagi.

“Jadi saat sampai finish kalian membawa tiga buah bendera, PAHAM?”

“SIAP PAHAM” jawab serempak seluruh peserta.

Silih berganti tiap regu mulai berangkat dari pos pemberangkatan, regu Nora mendapat giliran terakhir. mereka berangkat kala matahari sudah agak rendah mengingat begitu banyaknya regu.

“Ish, banyak nyamuuukk,” keluh Nora dengan nada merengek.

“Dih, makanya mandi,” sahut Mawar, yang hanya mendapat delikan dari Nora, dia terlalu lelah untuk berdebat, dia tidak terbiasa dengan aktivitas seperti ini.

“Kamu memangnya tidak pernah ikut kegiatan Pramuka? Atau kegiatan semacam ini?” tanya Arini dengan ramah, tidak seperti temannya yang lain dia memang tipe orang bersahabat.

Nora menggeleng “Enggak, gak penting juga,” sahutnya yang membuat Sekar dan Mawar geram.

Arini tersenyum “Ya memang pendapat orang berbeda tapi ini juga di butuhkan suatu saat. Pas kamu tersesat misalnya, ”

“Iya, kamu tersesat dan gak tau apa-apa terus ketemu macan diamakan deh. Hidup kita jadi tanang,” gurau Mawar seraya tersenyum mengejek.

“Ih, apaan sih,”

“Sudah-sudah mending sekarang kita cari benderanya biar bisa cepat selesai,” lerai Arini.

“Eh, itu benderanya!” jerit jesica yang begitu girang, sedari tadi dia memang menelisik sekitar dan mencari keberadaan tiket menuju istirahat itu.

“Yah tapi kita gak sampek,” ujar Lala sembari mencoba meraih bendera itu.

“Kan bisa pake tongkat,” seloroh Sekar sambil meraih bendera yang di tempel di pohon itu.

“Yaudah ayok kita lanjut!” timpal Lala yang tampak semangat.

Tak lama setelah itu mereka berhasil melewati pos pertama, dan sekarang mereka diarahkan di tengah kebun teh yang amat luas.

“Menurut peta kita setelah ini harus ke arah barat,” ujar Arini setelah melihat peta yang ada di tangannya.

“Ah, aku bawa kompas!” seru Nora bangga.

“Dasar anak kota,” sindir Mawar

“Apaan sih, kan enak kita jadi gak pusing. Menurut kompas ini kita harus ke arah kiri,” ucap Nora sambil fokus mengoperasikan kompasnya.

“Tapi menurut layang-layang matahari kita ke arah kanan,” ucap Airin sedikit heran, pasalnya hari mulai sore dan matahari berada di sebelah kanan mereka.

“Tapi aku pakai kompas, yang sudah pasti benar,” kekeh Nora.

“Matahari gak mungkin salah, lo kira matahari terbit dari barat tenggelam ke arah timur?” sarkas Sekar.

“Ih, kiamat dong,” celetuk Aurel dengan nada ngeri.

“Yaudah yang mau ke kanan ya ke kanan aja. Gue ke kiri, makan tuh matahari biar kalian tersesat,” ujar Nora berapi api.

“Yaudah lo aja sono!”

“Eh, Nora kamu yakin?” Tanya Arini lagi, pasalnya Nora pasti tidak hafal dengan daerah sini.

“Iya, kompas ku ini mahal jadi pasti benar,” katanya membanggakan kompas yang dibawanya.

Akhirnya mereka berpencar, Arini sedikit khawatir bagaimana kalau mereka berempat tersesat. Untung mereka punya dua peta.

“Udahlah biarin aja Rin, nanti kalau sudah sampai pos dua dan kita belum bertemu, kita susul saja mereka. Aku hafal, kebun ini milik kakekku,” Mawar mencoba menenangkan Arini yang sedari tadi nampak gelisah.

“Itung-itung biar mereka mandiri, dan biar sadar kalau kita saling membutuhkan,” imbuh Sekar, Arini hanya mengangguk dan melanjutkan langkahnya.

*************

Disisi lain Nora, Lala, Jesica dan Aurel sedang kebingungan, pasalnya petunjuk yang ada di peta tidak mereka temui sama sekali sedangkan hari mulai sore.

“Ra, gimana? Aku gak mau kita tidur disini,” ucap Aurel ketakutan yang diangguki semuanya.

“Ish, kalian diem dulu dong aku juga bingung ini,” sahut Naura tak kalah ketakutan.

“Andai tadi kita gak berpencar” Ujar Lala mulai sesenggukan.

“Udah dong kalian jangan nangis lagi, apa-apaan sih. Mendingan kita cari jalan keluarnya aja siapa tau ketemu orang,” ucap Nora berusaha menenangkan sepupunya.

Mereka mulai melangkah kembali ke jalan yang tadi mereka lewati di pimpin oleh Nora, namun naas belum lama mereka melangkah kaki Nora tersandung batu dan berdarah.

“Awww,”

“Ra, kamu kenapa?” teriak mereka panik

“Yaampun ada darah,”

“Hiks… Maafin aku,” Nora menangis menyadari kebodohannya, andai dia tidak egois dan percaya pada kompas itu pasti tidak akan seperti ini.

“Udah Ra, gak papa,” ujar sepupunya iba melihat kondisi Nora.

“Yaudah kita duduk aja, ini luka kamu gimana ya?” ucap Jesica.

“Kalian kenapa?” intrupsi suara dari belakang mereka.

“Arini, Sekar, Mawar!” beo mereka berempat.

“Astaga! Nora kaki kamu kenapa?” ucap mereka bertiga panik.

“Kena-hiks batuuuuu,” tangis Nora makin menjadi, dia bersyukur mereka mau kembali dan masih peduli.

“Yaudah sini aku obatin,” ucap Sekar, dia tidak tega harus memusuhi Nora dalam keadaan seperti ini.

“Tapi kita gak punya obat,”

“Itu di tas yang dibawa Aurel ada kotak P3K,” Ujar Mawar.

Mereka mengobati kaki Nora dengan telaten, mereka sudah terlatih menangani masalah seperti. Pasalnya hal-hal seperti ini pasti terjadi ketika kegiatan dia alam.

“Selesai. Kamu bisa jalan?” Nora mengangguk ragu.

“Kita pelan pelan aja, kita tinggal menuju ke pos 2, kami tadi sudah dapat benderanya,” terang Arini.

“Makasiiii,” mereka berhambur saling memeluk, mereka pikir mereka akan mati disini.

“Udah heh, susah nih napasnya,” ketus Sekar

“Ih, galak.”

Hari semakin sore, jingga di angkasa semakin merata. Menandakan sang surya ingin segera pulang dan beristirahat, mereka sampai di pos tiga. Disini mereka masih menjalankan hukuman karena terlambat dan sempat tersesat.

Saat ini mereka sedang berhadapan dengan kakak tingkat yang sedang memasang wajah garangnya.

“Kalian sudah paham hukuman kalian?” tanya salah satu dari mereka dengan nada tegas.

“SIAP PAHAM,” jawab mereka serempak sembari mengambil posisi siap.

“Ada yang ingin di tanyakan?”

“Siap, kak izin bertanya?” ucap Arini.

“Ya silahkan”

“Teman kami ada yang cidera, bagaimana mengenai hukumannya?” jelas Airin, kakak tingkat itu pun menelisik kaki Nora.

“Kalian punya solidaritas? Tidak ada yang ingin menggantikan? Atau membaginya?”

“Siap kak, kami membaginya”

“Bagus laksanakan!”

“SIAP LAKSANAKAN.”

Hukuman mereka adalah melakukan push up 15 kali, mereka mengambil posisi dan melaksanakan hukuman mereka sekaligus hukuman Nora, Nora sebenarnya tak enak hati tapi kakinya saja tidak bisa berjalan dengan baik.

Setelah selesai melaksanakan hukuman mereka di persilahkan untuk melanjutkan perjalanan menuju titik awal lagi. Kali ini perjalanan terasa cepat karena mereka lebih bersemangat. Pengen cepet istirahat.

Sampai di pos awal mereka harus membuat laporan dan menyerahkan tiga bendera, nampak para kakak tingkat yang menjaga pos sudah nampak lelah.

“Benderanya di buka!” titah salah satu kakak tingkat itu. Laporan kali ini di buat dengan tenang sekaligus istirahat.

“Hah? Di buka gimana kak?” tanya Jesica bingung, pasalnya dia memegang satu bendera di tangannya.

“Hufftt….. Sini kakak saja yang buka,” mereka menyerahkan tiga bendera itu dengan bingung.

Ternyata pada gagang bendera yang terbuat dari pipa kecil itu terdapat gulungan kertas, gulungan itu pun di buka dan mereka terbelalak.

“Kalian tau hari ini hari apa?” tanya salah satu kakak tingkat  kepada mereka setelah berhasil mengembalikan ekspresi terkejutnya.

“Emm… Sabtu?” Jawab Lala polos.

“Coba baca ini, bersamaaan!” Titahnya lagi seraya memberikan gulungan kertas tadi pada merek.

Mereka menerimanya dan menyusun gulungan yang berisi tulisan itu.

“SELAMAT .  HARI .  PRAMUKA”

Ucap mereka serempak, mereka masih bingung mencerna kata kata itu.

“Wah, jadi hari ini hari pramuka ya?” ucap Sekar girang, yang mendapat dengusan dari kakak-kakak yang ada di sana.

“Okey, karena kalian yang mendapat rangkaian tulisan spesial ini. Kalian saat acara api unggun nanti harus menampilkan pensi yang keren,” jelas salah satu kakak tingkat dengan wajah teduhnya.

“Terdapat lima regu yang mendapat ini, jadi kalian harus bangga. Dan satu lagi, kalian harus tampil secara maksimal. Tidak.ada.alasan!” terangnya lagi dengan penekanan di akhir kalimat.

“Sudah sekarang kalian bisa istirahat” imbuhnya lagi seraya meninggalkan regu Nora diikuti yang lainnya.

“Yah… Kita nampilin apa dong?” tanya Lala pada yang lainnya.

“Udah nanti aja mending kita bersihkan diri dulu lalu sholat! Sudah sore,” putus Nora yang di setujui semuanya.

*********

Malam yang indah dengan cahaya bintang dan api unggun, juga sorai-sorai  siswa-siswi membuat malam yang sunyi menjadi lebih hangat dan menyenangkan.

Pada akhirnya Nora dan Aurel bernyanyi diiringi dengan Mawar yang bermain gitar akuistik, tak disangka gadis gadis cempreng nan manja itu memiliki suara yang bagus, semuanya ikut bernyanyi.

TAMAT

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *